Serba-Serbi

Kadar Klorin Dalam Pembalut Diatur Di Amerika, Bagaimana Dengan Indonesia??

Temuan terbaru dari YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) tentang produk pembalut berklorin sebenarnya bukanlah hal baru. Menurut dr M Nurhadi Rahman, SpOG dari RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, isu ini sudah menjadi bahan perbincangan di luar negeri sejak lama.

dr M Nurhadi Rahman, SpOG merujuk pada ketentuan pembalut dari FDA (Food and Drugs Administration) Amerika. “Jadi di situ bilang, pembalut di Amerika terbuat dari cotton (kapas), serat rayon atau kombinasi keduanya. Dulunya untuk memurnikan rayon (bahan pembalut) yang berasal dari bubur kayu, rayon melalui proses bleaching (pemutihan) namun sekarang sudah nggak boleh,” terangnya sebagaimana dikutip dari detikHealth pada Rabu (8/7/2015).

Sumber gambar: www.wowkeren.com

Menurut Elmart C. F dalam bukunya yang berjudul “Mahir Menjaga Organ Intim Wanita”, menyatakan bahwa bahan pembalut yang banyak beredar dipasaran sangat berbahaya untuk kesehatan, bahkan setelah diamati lebih dalam bahan dasarnya tidak 100% kapas murni tetapi terdiri dari campuran bubuk kayu dan limbah pakaian yang mengandung klorin.

Artikel Terkait: HATI-HATI! INI DAFTAR PEMBALUT DAN PANTYLINER MENGANDUNG ZAT BERBAHAYA!

Sejauh ini, ada dua metode yang biasa dipakai untuk memurnikan bubur kayu sebagai bahan pembalut di Amerika, yaitu ‘elemental chlorine-free’ yang tidak menggunakan gas klorin dan ‘totally chlorine-free bleaching’ yang menggunakan agen pemutih lain selain klorin.

“Nah kalau cara elemental, secara teori tetap memungkinkan ada dioxin (klorin), dalam jumlah yang sangat rendah. Sehari-hari tetap dibilang dioxin free karena saking rendahnya,” papar dr M Nurhadi Rahman, SpOG.

Hal ini berarti, pembalut yang beredar di Amerika juga masih mengandung klorin, namun masih dalam ambang batas, yaitu antara 0,1 sampai 1 bagian per triliun.

Dioksin adalah polutan lingkungan, termasuk kelompok bahan kimia berbahaya yang dikenal sebagai polutan organik yang persisten (POPs). Dioksin perlu menjadi perhatian karena potensinya yang sangat beracun (toksisitas).

Sumber gambar: www.vvaa.org

Selain itu, setelah memasuki tubuh, dioxin mampu bertahan lama karena memiliki stabilitas kimia dan kemampuan untuk diserap oleh jaringan lemak. Bahkan dioxin diperkirakan mampu bertahan dan tersimpan dalam tubuh hingga 7 sampai 11 tahun mendatang.

Paparan jangka pendek dioxin dengan kadar tinggi dapat menyebabkan disfungsi hati, kelainan kulit, penurunan sistem kekebalan tubuh, sistem saraf, sistem endokrin dan fungsi reproduksi.

Dioksin merupakan istilah umum untuk suatu kelompok yang terdiri dari ratusan senyawa kimia yang memiliki kestabilan tinggi di lingkungan. Senyawa yang paling toksik adalah 2,3,7,8-tetrachlorodibenzo-para-dioxin atau disebut TCDD.

Sumber gambar: www.dynamicscience.com

Paparan kronis hewan untuk dioxin telah menghasilkan beberapa jenis kanker. TCDD dievaluasi oleh Badan Internasional WHO untuk Penelitian Kanker (IARC) pada tahun 1997 dan 2012. Berdasarkan data hewan dan data epidemiologi manusia, TCDD diklasifikasikan oleh IARC dikenal sebagai “karsinogen manusia”.

Karena cukup tingginya penggunaan dioxin, senua orang berpotensi terkena paparannya dengan kadar tertentu. Paparan dalam ambang batas normal diharapkan tidak akan berpengaruh pada kesehatan. Namun, karena potensi racun dari senyawa ini terbilang tinggi maka perlu dilakukan upaya untuk mengurangi penyebab paparan yang ada belakangan ini.

Hal senada diungkapkan oleh dr Adi, ahli kandungan Jogja International Hospital (JIH) yang merasa perlu adanya regulasi untuk mengatur kandungan klorin pada pembalut dan pantyliner yang beredar di Indonesia.

“Harusnya di Indonesia yang mengatur BPOM. BPOM ngasih batasan berapa untuk kandungan klorin yang aman. Harusnya ketika mereka diijinkan untuk menjual produk pembalut tersebut, sudah ada ACC dari BPOM, yang artinya kandungannya masih tergolong aman,” tutupnya.